Rasul merupakan penyampai risalah(pesan) Allah kepada manusia agar manusia memiliki rambu-rambu dalam menjalani kehidupan. Para Rasul mengalami hal-hal yang sulit dalam menyampaikan risalah Allah, karena mereka memproklamirkan agama baru, simbol baru dan syariat baru yang bertentangan dengan kebiasaan, tata cara peribadatan kaum di tempat mereka diutus, tentunya hal ini medapatkan perlawan besar, karena dalam pandangan kaum tersebut yang menjadi dasar terhadap suatu ajaran adalah apa yang telah dilakukan oleh nenek monyang mereka terdahulu.
وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
Dan Demikianlah, kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (Az-Zukhruf:23)
Para Rasul mendapat tekanan, ancaman dan siksaan dari kaum mereka, bahkan keluarga sendiri menjadi musuh. Meskipun ancaman tersebut nyawa menjadi tantangannya, namun hal tersebut tidak menyurutkan mereka selangkahpun untuk menyebarkan dakwah kepada kaumnya, pada akirnya mereka berhasil menyampaikan misi dakwah, ini terbukti dengan jumlah pengikut yang makin hari makin bertambah. Keberhasilan dakwah yang mereka capai tentunya tidak mudah, sangat dibutukan strategi dan metode-metode tertentu. Tentunya setiap Rasul memiliki model-model kusus sesuai dengan bentuk karakter, watak dan tabiat umat mereka masing-masing.
Ada beberapa model dakwah Rasul yang digali dari Al-Qur’an dan kitab-kitab sejarah, yang bisa kita jadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan dakwah, yaitu dakwah fardiyah, dakwah ammah, dakwah bi al-tadwin dan dakwah bil hal.
Dakwah fardiyah adalah ajakan atau seruan kepada jalan Allah yang dilakukan seorang da’i (penyeru) kepada orang lain secara individual. Contohnya pada kisah Nabi Ibrahim dengan ayahnya. Ibrahim mendapat petunjuk dari Allah setelah ia melakukan perenungan dan pencarian hakikat Tuhan, pada akirnya ia menemukan kebenaran dan Allah mengangkatnya sebagai Rasul (Al-An’am: 75-79). Sasaran pertama dakwahnya adalah ayah kandungnya sendiri yang beragama musyrik, Ibrahim mencoba untuk memberikan dakwah kepada ayahnya secara personal (fardiyyah);
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi, Ingatlah ketika ia Berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun… (selengkapnya dalam surat Maryam 41-49).
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka harus diatur langkah-langkah yang baik. Ada beberapa langkah penyampaian dakwah fardiyyah yang dapat dijadikan sebagai contoh, yaitu dengan berkata lembut dan memilih suasana serta tempat yang tepat.
Dakwah ammah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Nabi Muhammad juga telah mempraktekkan dakwah ammah ini setelah 3 tahun lamanya ia melakukan dakwah fardiyyah dan setelah ia mendapat dukungan dari sanak saudara, sahabat dan juga para tetangga. Pelaksanaan dakwah ammmah tersebut dilakukan Rasulullah berdasarkan perintah Allah dalam surat Al-Hijr ayat 94:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Nabi Muhammad menaiki bukit Shafa dan mengumpulkan orang-orang dengan berteriak “Ya Sabaakha! Ya Sabaakha!”, (panggilan ini adalah suatu cara bangsa arab yang dipakai jika ada sesuatu yang penting). Karena itulah kaum Quraisy yang mendengar panggilan tersebut segera berkumpul dan tidak dapat terpaksa mengirimkan orang untuk mendengarkan apa yang dikatakan Rasul. Setelah mereka berkumpul, Rasul berkata :
“Hai Banu Abdul Muthalib, Hai Banu Fihr, Hai Banu Kaab! Bagamainakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan membinasakan kamu, apakah kamu percaya apa yang aku katakan?” Jawab Mereka : “Ya, kami akan percaya karena tidak ada keraguan bagi kami untuk tidak mempercayaimu”. Kata Rasul : “Ketahuilah oleh kamu sekalian bahwa aku adalah seorang pemberi peringatan kepadamu tentang datangya siksa oleh Allah”.
Semua orang yang hadir ditempat itu diam saja sambil merenung apa yang dikatakan oleh Rasul, kecuali Abu Lahab, setelah ia mendengar ucapan Rasul ia memprotes : “Sesungguhnya celaka kamu sepanjang hari ini, hanya inikah kamu mengumpulkan kita?” kemudian Allah menurunkan surat al-Kaafirun sebagai jawaban balasan terhadap perkataan Abu Lahab.
Dalam pernyampaian dakwah ammah ini ada beberapa hal yang sangat dibutuhkan, diantaranya mental yang kuat, ilmu yang mencukupi, hujjah (argument) yang kuat, kesabaran dan istiqomah
Dakwah bi al-tadwin adalah dakwah dengan menggunakan pena, atau lebih dikenal dengan dakwah bilqalam. Model dakwah ini cukup popular di abad moderen ini mengingat kemajuan teknologi yang cukup pesat, namun model dakwah ini telah digunakan oleh Rasul-rasul terdahulu. Contohnya tentang surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Balqis. Dengan kepulangan hud-hud yang membawa berita besar, bahwa hud-hud menemukan sebuah kerajaan di negeri Saba’ yang dipimpin oleh seorang wanita, namun ia dan kaumnya menyembah selain Allah yaitu matahari. Nabi Sulaiman ingin membuktikan kebenaran hud-hud tersebut, maka nabi Sulaiman mengutus hud-hud untuk menyampaikan sebuah surat; (An-Naml:28-31).
اذْهَبْ بِكِتَابِي هَذَا فَأَلْقِهْ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانْظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ (28) قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ إِنِّي أُلْقِيَ إِلَيَّ كِتَابٌ كَرِيمٌ (29) إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (30) أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ.
Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, Kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan”, Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, Sesungguhnya Telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari SuIaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”.
Dakwah bil hal merupakan tindakan nyata seorang juru dakwah di depan mad’unya, tindakan nyata tersebut bisa mempengaruhi diri mad’u sehingga ia dapat mengaplikasikan tindakan tersebut dalam kehidupan. Hal ini terbukti ketika terjadinya peristiwa Arab Baduwi.
Abu Hurairah berkata: Berdiri seorang Arab Baduwi, lalu kencing di sekitar mesjid, kemudian dia dikeremuni oleh manusia dan mencelanya. Nabi Muhammad Berkata kepada mereka: Biarkan dia! Siram segayung air di atas kencingnya atau segenggam air. Maka sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan, dan bukan di utus untuk memberikan kesulitan. (HR. Bukhārȋ).
Nabi Muhammad juga menunjukkan rendah hati dalam peristiwa tersebut, hal ini dapat kita lihat ketika Nabi Muhammad meminta kepada sahabatnya untuk mengambil segayung air, kemudian Nabi Muhammad menyiramkannya ke tempat orang Baduwi tersebut membuang kencingnya. Sifat rendah hati Nabi Muhammad ini juga sebagai tanda bahwa beliau bukanlah orang yang sombong, hal ini mendapat perhatian penuh dari orang Baduwi tersebut sehingga isa memuji Rasul dengan doa اللهمّ ارحمني ومحمدا ولا ترحم معنا احدا
(ya Allah sayangi aku dan Muhammad, dan jangan sayangi seorang pun dari orang-orang yang bersama kami).
Model dakwah para nabi sangat beragam sesuai dengan perkembangan ajaran yang mereka terima dan sangat terikat dengan situasi dan kondisi. Dakwah fardiyyah sebagai model dakwah permulaan mengingat tidak adanya dukungan dari pihak manapun, sehingga yang menjadi sasaran dakwah adalah orang-orang yang telah dikenal dari keluarga, kerabat dan tetangga. Sedangkan dakwah ammah dilakukan di depan khalayak ramai, dimana penyampaian dakwah ini harus memiliki kesiapan yang mencukupi karena mad’u yang beragam.
Dan tidak jauh berbeda dengan dakwah-dakwah sebelumnya, yaitu dakwah bilhal yang merupakan model dakwah paling mempengaruhi mad’u karena aksi nyata biasanya lebih cepat dicontoh, maka da’i dituntut untuk menjadi Qudwah Hasanah. Dan dakwah bi al-tadwin merupakan model dakwah yang bisa dimanfaatkan kapan saja oleh da’i dan dapat diakses oleh mad’u setiap saat karena model ini tidak terikat dengan waktu dan tempat. Model ini dianggap selangkah lebih maju, namun harus memiliki kemampuan menulis yang benar dan menguasi ilmu pengetahuan yang luas.
REFERENSI
Al-Qur’an dan terjemahan Digital
Ahmad Abu al-Amayim, Diraasaat fi al-dakwat al-Islamiiyah, Kairo: Percetakan Azhar Mansoera, 2001
Al-Tirmīzȋ, Sunan Tirmīzȋ, Kairo: Dar al- Ḥadȋth, 2001
Ibnu Hisyam, Al-Sirah al-Nabawiyyah, Kairo: Maktabah Tafiqiyyah, tt
Ibnu Kastir, Al-Bidayaah Wannihaayah, Kairo: daar al-Manar, 2001
Ibnu Manzur, Lisanul Arab, Kairo: Dar al-Maarif, tt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar