Senin, 21 Juli 2014

Akhirnya

Ketika senja mulai menyapa. Saat bayangmu semakin erat memelukku. Teringat saat jemarimu membasuh air mata ini. Tatapan tajammu yang membuatku yakin. Diantara badai pasti akan ada pelangi.

Belaian lembut sang malam pun tak terasa saat bersamamu. Hingga aku menyelinap bersembunyi dalam diam. Dan malam sendu, seakan merangkul kita. Ditemani dengan dinginnya malam aku menutup semua kenangan itu dengan tirai kesunyian.

 # wkwkw.. nah buatmu, tp mungkin agak aneh yaa kalimat"nya..

Cerpen - Senyum Sebagai Tirai Kebohongan

Sesaat ketika senja mulai memperlihatkan goresan-goresan jingganya. Dengan ditemani dawai kesunyian aku terduduk manis mengenang semua yang telah terjadi pada keluarga ini. Entah kenapa saat memori-memori itu masuk kembali, perasaan ini jadi kacau tak karuan bak kertas yg dirobek kecil-kecil lalu dihambur begitu saja. Ya aku tau, aku hanya seorang putri sulung yang masih remaja. Tak seharusnya aku mengerti masalah orang dewasa seperti ini. Apalagi jika sampai ikut campur kedalamnya. Tetapi jika goresan pena Sang Pencipta menakdirkan aku harus seperti itu, apa daya ku menolak-Nya.

"Ayah hanya ingin kamu tau yg sebenarnya, nak." Ucapnya ditengah perbincangan kaku denganku. "Tapi yah, Nadia tau apa yang nggak ayah ketahui dari ibu. Nadia tau sebab apa masalah ini bermula. Hanya saja.." belum selesai kalimatku sudah dipotong oleh ayah. "Cukup Nadia! Belum tentu yang ibumu bilang itu benar semua. Ayah hanya ingin kamu melihat dengan kebenaran. Itu saja."

Sedari kecil aku memang didik dengan mental baja. Hinga jika ada sedikit goresan besi pun aku masih kuat. Mungkin hidupku tak sama seperti mereka yang seumuran denganku. Tapi aku percaya hidupku adalah yang terbaik dan atas rencana indah-Nya. Saat kelopak mataku mulai membendung sungai-sungai yang tak tau dari mana sumbernya. Kekuatanku seakan hilang ditelan alam. Hanya dengan menengadah kedua tanganku aku bertumpu. Memohon doa pada Sang Penguasa Hati agar terkuatkan atas beratnya perjalanan hidup.

Aku tau mungkin mengeluh bukan jalan terbaik. Bahkan itu malah membuat semua semakin terperangkap dalam lorong kegelapan ditemani suara gemuruh yang semakin membuat suasana mencekam. Entah aku juga belum mengerti mengapa kedua orang tuaku lebih memilih suasana seperti ini. Apa mereka tau perasaanku saat ini dengan melihat keadaan mereka? "Nadia merasa tak berguna yah bu. Nadia mungkin tak sepintar profesor yang mampu membuat alat tercanggih demi kebutuhannya. Tapi nadia tak punya bahu untuk menyenderkan tangis ini. Kini Nadia hanya mampu bersembunyi dibalik senyum. Nadia hanya tak mau ayah dan ibu melihat putri sulung yang telah didik mental baja itu terlihat lemah bak lapuknya kayu yang dimakan rayap." Ucap kata hatiku saat mengingat semua kejadian perih yang menimpa lorong hatiku ini.

Saat tenar-tenarnya remaja putri kecewa karena lelaki yang tak berhati pengertian. Aku malah lain kain lain jenisnya. Kecewa karna kerukunan antara kedua orang tuaku yang lambat laun semakin memudar. "Gak Nadia! Kamu bukan remaja lemah. Kamu wanita kuat yang air matanya saja tak ingin terlihat oleh publik." Tutur bibir hatiku yang sedari tadi mungkin tak suka melihatku lemat tak berdaya. Diluar sana pasti banyak yang lebih sedih daripada aku dan mereka saja bisa kuat. Lalu mengapa aku tidak? Aku juga pasti bisa!

Ketika guratan jingga mulai berganti dengan sinar putih pucat sang rembulan, aku pun memutuskan untuk membaringkan tubuh kurus ini. Mencoba memejamkan kedua kelopak mataku. Aku tau lelapku malam ini pun takkan memulaskanku dalam buaian mimpi indah. Mungkin sangat susah saat mereka ada diposisiku. Mereka terlalu gembira dan hanyut dalam kisah hidup mereka yang tak pernah tergoncang badai sepertiku.

Sejujurnya permasalahan yang membuat kedua orang tuaku mematung dalam kesunyian hanya satu. Mereka tak saling menghargai pengorbanan satu sama lain disertai gengsi yang tertulis dengan tinta permanen. Itu saja. Selebihnya mereka saling perhatian. "Beli bukaan sayur santan isi tempe tahu ya, nak. Ayahmu kan menyukainya." Terdengar kalimat yang tak diketahui langsung oleh ayahku. Dan aku yakin jika ayah mendengarnya, pasti akan luluh hatinya. Bahkan dalam diam mereka tetap saling khawatir. "Gimana keadaan toko ibumu, nak. Mudah-mudahan selalu ramai ya, nak." Terlihat raut khawatir dalam gejolak hati ayahku yang mungkin ibuku tak pernah tau hal itu. Dan rasa sendu ini perlahan menghasilkan butiran-butiran air diujung bola mataku.

Komunikasi yang terhenti sebab harga diri yang meninggi bak gunung, yang membuat mereka tak mengetahui perasaan lawan hatinya. Entah aku juga belum mengerti bagaimana merangkai kata monolog itu menjadi satu dialog utuh. Kembali lagi aku hanya seorang remaja, putri pula. Yang angannya hanya berakting dalam sinetron. Keberaniannya pun tak seperti badai awan yang suara gemuruhnya mampu melunakkan beton baja.

"Yaa Rabb.. hamba bersimpuh hanya kepadaMu. Merendahkan diri serendah-rendahnya didepanMu. Dengan segenap kemampuanku, aku tegak dalam larutnya malam, berselimut diantara dingin yang menusuk tulang serta persendianku. Lalu aku bersembunyi dalam keheningan. Aku berkata dalam doaku dan menengadahkan kedua tangan kecilku ini untuk memohon hanya kepadaMu. Aku tau, aku hanyalah seorang anak yang lemah. Aku pun masih membutuhkan bahu seorang ayah untuk menyenderkan tangisku. Aku juga masih memerlukan dekap hangat ibuku saat perasaan ini kacau. Namun semua ini takkan kudapat yaa Rabb.. terlebih saat sang langit biru itu mulai tertutupi gumpalan awan abu. Lihat yaa Rabb lihaat.. langit indah itu kini tak lagi cerah, seperti itulah hatiku saat ini. Bergejolak dalam buaian semu. Aku menyadarinya yaa Rabb, jika mengeluh itu tidak baik. Tapi sampai kapan goresan luka ini akan kututupi dengan senyumku dan sampai kapan aku membohongi semua orang dengan senyum ini. Akankah hanya diriku seseorang yang terapit diantara dua gelombang laut? Tapi mengapa yaa Rabb.. apa mungkin selama ini balutan dosaku kian meninggi melebihi gunung atau bahkan meluas melebihi sang laut? Hanya satu pintaku dikesunyian ini yaa Rabb.. kembalikanlah mereka seperti halnya saat mereka saling mencintai dulu. Aku mengetahui yaa Rabb, bahwa Engkau akan memberikan apa yang aku butuhkan dan bukan yang aku mau. Aku tau tetesan penaMu-lah yang akan abadi diantara lembaran kisah. Mungkin Engkau takkan berkata, tapi aku yakin waktu yang akan mewakili jawabanMu nanti yaa Rabb.. entah bagaimana caraku bisa sekuat ini. Tapi tanpa dampinganMu, aku hanyalah selembar kapas kecil yang akan melaju dalam ambang-ambang udara. Syukron yaa Rabb.. aku tau Engkau sangat menyayangiku lebih dari anak sebayaku yang skenarionya tak serumit diriku. Dengan itu pun rasa congkakku tak akan kupelihara. Bagaimanapun aku hanya seorang anak lemah yang kuat karenaMu.." ucapku dalam doa dikeheningan malam. Lalu aku pun melanjutkan lelapku dengan berharap mimpi indah itu akan menjemput dikeberadaanku saat ini.

Minggu, 20 Juli 2014

Cerpen - Kau Hanya Mimpi Bagiku

"Hingga mentari tak terlihat pun, aku masih menyayangimu." ucapku.

Ketika hembusan angin malam tidak lepas memeluk erat tubuhku. Aku yang hanya terdiam memikirkan sebuah khayalan tak berguna. Saat itu pun aku hanya bertumpu pada kekuatan kedua kakiku. Meski sampai saat ini rasa sesal dan kecewa itu tidak henti menampar pikiran serta perasaanku. Ya, saat kedua mataku mulai tertuju pada salah satu penghuni langit terindah malam itu. Dan saat itu bayangnya selalu datang dengan tawa dan candanya yang dulu membuatku seakan ada diantara para penghuni langit terindah itu.

Pikiranku mungkin terlalu singkat dengan menganggap dia sebagai salah satu penghuni langit terindah yang kurasa mampu menggetarkan hati ini. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata dia tidak lebih dari apa yang aku pikirkan. Bahkan dia mampu mendatangkan hujan diantara indahnya pelangi. Aku tidak tahu apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dibalik tatapan matanya malam itu. Kini yang kurasa hanya kekosongan tanpa adanya bintang serta rembulan yang dulunya datang menghibur rasa sedihku. Aku pun masih menyimpan tanda tanya besar untuknya dan tidak tahu kapan aku dapat mengutarakannya langsung.

Ketika itu aku tidak mengenal sama sekali siapa dia dan dari mana asalnya. Terkadang hati kecilku bertanya-tanya "kok dia bisa tiba-tiba hadir dipelupuk mataku?" Dan saat itu aku hanya dapat mengikuti skenario alam yang telah tercipta untukku. Membaca serta menikmati semuanya agar rasa penasaranku tidak datang dengan segera. Aku tahu, seiring berjalannya waktu, semua pasti akan terjawab dengan sendirinya.

Bulan demi bulan pun berlalu. Ketika awal yang kudapati dia tidak jauh dari ruang kelas tempatku mengadu kemampuanku. David, ya, dia bernama Dafid, anak kelas XI(waktu pertama kukenal dia), sedangkan aku waktu itu masih duduk dibangku kelas VIII smp. Karna waktu berjalan cepat, kini aku dan dia mulai dekat. Bahkan panggilan itu pun mulai terdengar. Saat aku memanggilnya 'mas', aku juga tidak tahu kenapa panggilan itu yang harus jadi pilihannya agar aku tidak memanggilnya 'kakak' lagi. Tapi, pikiranku tidak pernah jauh saat itu.

Dia termasuk hebat juga bisa melunakkan batang besi kayak aku ini. Sekarang aku tetap pada skenario, melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Hingga pada suatu hari aku dapat memandangnya langsung. "Hai, ding! Hehe.. udah liat, kan?" ucapnya sambil tertawa. "Hehe.. Iya." balasku sembari tersenyun malu. Sebelumnya, ya, aku cukup takut, ragu, malu, bahkan gemetar. Dan pada saat pertemuan itu, tidak tahu kenapa kedua mataku terasa berat untuk membalas pandangannya. Dengan rasa malu, aku coba mempersingkat pertemuan itu dan kembali melanjutkan kegiatanku.

Haha.. Aku sempat memandangnya secepat kilat. Disudut matanya, aku seperti melihat sebuah cahaya didalam lorong gelap yang tidak berujung. Namun segera kubuang jauh-jauh pikiran itu. Aku pun tersadar, mungkin ini terlalu cepat dan aku juga harus tetap mengikuti kemana alur skenario itu berakhir. Meski terkadang sifat manusia yang tidak sabar untuk mengetahui sesuatu selalu menghantui pikiranku. Tapi, untuk saat ini aku mencoba menahan semua tanggapanku yang tiba-tiba saja terlontar diantara kedua bibir hatiku. Menurutku tanggapan itu juga tidak akan menjadi nyata.

Dafid adalah orang yang humoris. Saking humorisnya, aku sampai susah membedakan saat dia serius atau tidak. Mengingatnya membuatku tidak berhenti tersenyum, karna saat tawanya itu hadir, mampu membuat dunia yang sunyi menjadi ramai. "Eh, kenapa aku jadi memikirkan dia?" ucapku saat tersadar dari pemikiran konyolku tadi.

Seiring bergulirnya mentari di ufuk barat dan disaat itu pula dia berhasil menggenggam rasa kagumku padanya, meski dia tidak tahu perasaan itu. Semua terjadi secara bersamaan, saat aku mulai menyimpan rasa padanya dan disaat itu pula dia mengutarakan perasaannya. Sejauh ini aku masih belum bisa membedakan saat dia serius atau tidak, hal itu juga yang sampai sekarang membuatku semakin tertutup untuk jujur ke dia tentang perasaanku. Rasa takut itu juga membuatku semakin terkurung, lantaran aku tidak mau setelah kejujuranku nanti, ada sebuah jarak yang menjauhkan. Bagiku dia seperti cahaya yang akan menuntunku keluar dari kegelapan. "Sudah cukup kamu menghayal, tya. Mungkin selamanya semua hanya akan ada dalam angan-anganmu saja. Biarlah, biar hanya kamu yang mengetahui perasaan itu." Ucap kata hatiku, mengingatkan diriku agar tidak menyesal nantinya.

Saat kedua jarum jam terus berputar dengan cepat, perlahan semua terasa berbeda. Ternyata yang aku takutkan sungguh terjadi. Semuanya tiba-tiba, tanpa ada sebuah alasan pasti. Meski tetap dekat, namun tetap terasa jauh bahkan berbeda. Sesuatu yang indah itu berakhir tanpa ada senyuman lagi. Dan kini aku merasa terlempar jauh dari pikiranku sendiri. Mungkin ini juga salahku yang selalu dan selalu menghayal. Sampai rasa sakit dan sedih yang tidak pernah kuharap kehadirannya, kini hadir. Sekarang aku harus bisa menghilangkan perasaan itu sampai tidak berbekas dan mencoba untuk tetap bersikap seperti biasanya. Menutupi semuanya dengan senyuman ikhlas dari kedua bibirku. Menjadi sepasang kakak beradik mungkin akan lebih baik, meski aku sempat berharap sebelumnya.

Wkwk.. nih cerpen ngasal yg mungkin terlihat aneh yaa :D

Ceritaku - Para Penari Terkutuk

Jd crtax gni nih. Waktu itu aku lg bantuin mamaku di toko jilbabnya(namanya Rahayu Collection hehe.. promosii sklian). Nah, aku datang kesana yah seperti biasa, setelah dzuhur. Aku berangkat dari rumah jalan kaki ditengah teriknya panas matahari yg menyinari tubuhku sampe gosong. Hahaa nggak lah!

Pas dlm perjalanan aku ngeliat sesosok manusia yg hampir tak punya malu(mungkin udah kabur kali ya si 'malu' itu gr" tuanx memalukan dy) *apa sehh..* ya, dia berdiri dengan gagahnya ditemani angin sepoi yang semakin mendukung keberadaannya yang sedang berdiri diantara dinding pinggiran pasar bawah dan tempat (yg bentuknya kya tabung) untuk tumbuhnya tanaman(katanya sih biar asri, ehh sekalinya malah jd tempat pembuangan air para manusia). Dengan segenap rasa penuh percaya diri, dia(yg mau BAK dstu) pun melihat daerah sekitarnya kira" aman apa nggak. Pas udah aman.. jiaahh hehehe kyax aku nda bisa lanjutin deh. Berhubung aku nggak sanggup melihat kejadian itu, aku memutuskan untuk berjalan lebih cepat(dan memberikan kesempatan pada kalian yang udh mw baca cerita ini mikir sendiri tentang apa yang dia lakukan selanjutnya).

Yap, mari kita lanjut pada judul kita. Setelah aku melalui perjalanan yg cukup singkat namun Wooww buanget, akhirnya aku sampe juga di tempat toko mama q. Lalu aku masuk dan naek ke eskalator menuju lantai satu tempat toko mama q bersemayam *haha.. kayak apa aja lagi*. Pas aku dah sampe disana aku lumayan kaget, tumben banyak banget orang (udah kayak ada kebakaran). Yah, aku sih nggak peduli" amat. Langsung cepat" datangin toko mama q dan berubah menjadi pegawai toko alias bantuin jualin dsna.
Alhamdulillah udah rame banget nih semenjak puasaan. Mohon doa aja yak moga selepas puasa nanti tetep rame (kalo perlu mampir deh) hehe.. Umm lanjut. Berhubung nih tempat lagi rame banget. Pembeli(sang raja) yang udah mulai menjajal" barang. Mencari" dimanakah barang yg dia mau.

Namanya juga pembeli yak, jadi dia minta apa aja sebisa mungkin penjualnya harus melayani dengan hati gembira(harusnya). Aku pun demikian, tapi satu hal yang sampe sekarang bikin aku ribet sendiri. Aku nggak hapal semua harga! Kebayang aja kan tiap Sang Raja nanya "mbak, ini harganya berapa?" Trus karna aku nggak tau akhirnya aku berpaling nanya lagi ke mbak ima ato mbak lio (yah mereka pegawai sana memang, jadi pastinya hapal semua harga) "mbak, ini berapa?". Nah loo ribet gak sih jadinya. Menurutku sih ribet banget, tapi ya udahlah(mungkin itu takdir alam).

Cukup ramai dan aku berusaha mempromosikan si hana(jilbab baru yg lg ngetrend). Alhamdulilah dihantam abiss dahh sm pembeli. Walaupun harus dengan segenap kata sabar. Ya ya yaa aku tau kalo dagang jilbab ato sejenisnya pasti ada dua kata 'hambur' dan 'melipat'. Aku juga tau semua org pasti bilang "harus sabar dong..". Hemm.. andai mereka tau penderitaan ini *jiaahh.. hahaa*.

Pas udah mulai bubaran alias sepi. Aku yang liat barang tehambur rasanya nih mata seseek banget. Jadi aku putuskan buat ngeberesin, yah mumpung nggak ada pembeli. Beresin.. beresiin.. pelan pelan(sajaaa.. lha kok jd nyanyii?? *gedubraak*) namun pasti. Nah ini nih yang inti dari segala inti yang pualing inti *gajee nahh*. Coba deh ya aku tanya dulu. Kalo misalnya nih ya kalian lagi beresih baju kalian yang di lemari, tau" ada adek kalian yg masih keciil bgt datang daan *wuusshh* ditariknya sana sini, dibuat behamburan gitu. Keseell ndaa?? Umm yah aku tau mungkin sebagian dari kalian pasti blg gni "yah harap maklum lah namanya juga anak kecil kan nggak tau apa-apa". Okey alasan itu pasti juga aku terima. Tapi ini! Ini yang ngehambur bukan anak kecil broo. Dia udah cukup umur untuk mengerti perasaan ini *tsahh..*

Jd gini nah simpelnya. Waktu aku lagi beres" itu kan sepi nih. Otomatis aku dengan antengnya ngeberesin dan dengan disertai rasa gembira melihat semua yg berhamburan tadi rapi seketika *emangnya rapika!*. Pas udah selesai aku duduk" ria. Nggak lama kemudian.. merekaa.. merekaa iyaa merekaa.. merekaa datang.. hehee maksud q si pembeli itu. Dengan tanpa perikejilbaban menghamburratakan semua. Asli, demi apa juga aku gak tau. Mereka tuh seakan" ngebawa seribu iblis yang dibiarkan menari" riang gembira diatas kepalaku ini. Aku sih biasa aja *padahal udah ambil golok* aku maklum kok.

Tapi ini pas bagian ini nih aku gak suka. Kayak apa nggak coba. Itu tuh udah rapi, manis(kayak yg ngerapiin td). Ehh malah dihambur dengan alasan cari model lah, cari warna lah. Pas udah ketemu, lanjut ke tahap berikutnya yang cukup membakar nih kepala. Si pembeli pun bertanya "emm, yang ini kena berapa ya mbak?" Dengan api yang mulai menggebu namun berusaha ku tahan "oh yang ini 50 mbak, bahannya dia yang bagus mbak" "ohh 50 ya mbak, kurangnya berapa?" "Yah, paling 40 mbak" "umm.. 20 bisa yaa". GILAA!! Dengan menggenggam golok *yaa nggak lah* aku pun bilang "wahh nggak bisa mbak, dari produksinya emang udah mahal". Nih jawaban terakhirnya pas harga yang dia mau nggak sesuai dengan kantong yang dia mau "ohh gitu ya mbak, ya udah deh liat-liat dulu yaa" lalu dia pergi dengan rasa tanpa bersalah menghambur"kan barang yang membuat semua berantakan seketika daan tanpa membawa balik si iblis" itu. Finally, aku pun hanya bisa terdiam dalam senyum ikhlas yang memaklumi mereka tadi *padahal udah kayak badak bercula 5 mau ngamukk*..

Okee sekian ceritaku yang mungkin nggak jelas sama sekali. Sekarang aku mau lanjut pesbukan. Daaaa....... wkwkwkww